Diberdayakan oleh Blogger.

MEMORIES

How could this be
You're not here with me

You never said goodbye
Someone tell me why
Did you have to go

And leave my world so cold
Everyday I sit and ask myself

How did love slip away
Something whispers in my ear and says
That you are not alone

I am here with you
Though you're far away
I am here to stay

But you are not alone
I am here with you
Though we're far apart

You're always in my heart
But you are not alone

MAAFKAN ANAKMU IBU


Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak butuh pertolonganmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.

BONEKA PUNYA PANGLIMA BERKUDA

Boneka Milik Panglima Berkuda

ada boneka milik panglima berkuda
perut gendut mata bulat seperti roda
suka menyanyi berpuisi menarik rasa
setiap hari setia mengiring panglima sang paduka

masa dahulu panglima jaya sangat digdaya
gagah membela raja yang berkuasa
tak gentar menyerang dengan rudapaksa
biarpun panglima pernah ingin kudeta
dan bertapa ke negeri arabia
kini kian memaksa ikut lomba berkuda

panglima dan boneka bergerilya bersama
menyanyi menarik segenap jiwa
menawarkan asa berujung angkara
satu kawanan hijau telah terkena sepakan kuda
tercerai berai tak tentu rimbanya

panglima dan boneka menari bersama
berlenggang lenggok menawarkan jasa
tak perduli goresan sejarah nestapa
tak perduli berkawan dengan para kurawa
panglima dan boneka rindu berkuasa
bertopeng petani, pedagang atau nelayan
mereka bisa tertawa saat berkuda
tak takut dosa atau neraka.

VACATION tepian


Di tepian telaga nan sunyi
Tenang ku dapati air tak beriak
Juga tak bergelombang
Hanya terdengar gemercik mengalun
Bening seakan tawarkan kedamaian

Berjajar tak beraturan pohon pohon peneduh
Daun menguning jatuh di telaga nan teduh

Aku kian terdiam
Hanya seonggok hati masih terasa risau
Layaknya angin mendesak menuturkan 
Resah yang menjuntai di hamparan hati

Ku hempaskan dalam dalam nafas ku..
Ku tarik sebisa mungkin agar ringan beban yang mendera
Aku masih bisa kuasai diri..
Ketika bening tersenyum di telaga 
Ketika dinginnya hawa menusuk sendiku
Aku harus bertahan..!!!
Bisik nurani ku ...

Karena mentari tak mungkin ingkar janji..
Selalu hangatkan bumi..
Aku percaya itu..

Sekelumit memory tentang hati yang terkoyak
Kini bisa ku redam dan tak ada lagi tetes air mata.

KUPUMPULAN PUISI

Ketika Kau Bersedih

Resapi itu
Maknai itu
Selami itu
Rapuhkah dirimu?
Lemahkah dirimu?
Ringkihkah dirimu?
Sedihmu bukan akhirmu
Sedihmu bukan gagalmu
Sedihmu bukan bodohmu
Sedihmu, sekelumit cerita dari hatimu
Sedihmu, sepotong rasa dari hidupmu
Sedihmu, sebentuk galau dari kalutmu

Desir Gelombang Desember

Sayap-sayap hitam membentang
Puluhan waktu serentak berdentang
Arah pun berubah pandang
Gumpalan angan belomba pasang

Degup jantung bergemuruh
Bias kaca buram mengisi seluruh

Sayup-sayup bayu selirih berbisik
Segara, tak kunjung habis tuan kau usik

Tiada sesal engkau
Maafkan ruh kami
Lupakan lika-liku kami

Kau tuli
Tapi kau tak buta
Murka
Kau telan mentah dosa-dosa

Namun tak sepantasnya kau korbankan mereka
Ia yang tak pernah mengenal dosa
Namun aku berpegang hati
Garismu tak pernah salah mengisi
Dalam Haru

Rasa berlari mendatang
Bersua jiwa raga
Memecah membelah biru
Menaik nyilu menusuk kalbu

Jalan berlari mendatang
Bersua simpang menelusup
Gemuruh merenggut sisi hati
Menaik ngilu tersayat sembilu

Hampa berlari mendatang
Bersua labuh runtuh karam
Memecah membungkus pilu
Mengabut, sakit, kasih dalam haru



Ketika Kau Bersedih

Resapi itu
Maknai itu
Selami itu
Rapuhkah dirimu?
Lemahkah dirimu?
Ringkihkah dirimu?
Sedihmu bukan akhirmu
Sedihmu bukan gagalmu
Sedihmu bukan bodohmu

Sedihmu, sekelumit cerita dari hatimu
Sedihmu, sepotong rasa dari hidupmu
Sedihmu, sebentuk galau dari kalutmu


Perasaan Terbaik

Seteguk rindu menyeruak tanpa pandang bulu
Dahaga kasih di antara dentang waktu
Apakah rasa terbaik yang pernah kau miliki
Jika itu bukan menemukan ujung labirin ini


Desir Gelombang Desember

Sayap-sayap hitam membentang
Puluhan waktu serentak berdentang
Arah pun berubah pandang
Gumpalan angan belomba pasang

Degup jantung bergemuruh
Bias kaca buram mengisi seluruh

Sayup-sayup bayu selirih berbisik
Segara, tak kunjung habis tuan kau usik

Tiada sesal engkau
Maafkan ruh kami
Lupakan lika-liku kami

Kau tuli
Tapi kau tak buta
Murka
Kau telan mentah dosa-dosa

Namun tak sepantasnya kau korbankan mereka
Ia yang tak pernah mengenal dosa
Namun aku berpegang hati
Garismu tak pernah salah mengisi


Kanan Kiriku

Kiriku
Pohon-pohon itu menghijau
Meliuk haru bernafas lagu

Burung merendah tanpa gundah
Menghisap saripati bunga dari mahkota warna

Tapi lihat kananku
Tiada warna seindah itu
Hanya lalat binatang pengerat
Runtuh pula sekalipun karang

Inikah tempat penanda hidupku
Tiada terdengar sekalipun jerit seru

Cuma besi berdentum
Langit kian berkabung


Dalam Haru

Rasa berlari mendatang
Bersua jiwa raga
Memecah membelah biru
Menaik nyilu menusuk kalbu

Jalan berlari mendatang
Bersua simpang menelusup
Gemuruh merenggut sisi hati
Menaik ngilu tersayat sembilu

Hampa berlari mendatang
Bersua labuh runtuh karam
Memecah membungkus pilu
Mengabut, sakit, kasih dalam haru

Musim gugur


Gugur daun berjatuhan
Tiada lebah berdengung menghisap madu
Dingin menusuk tulang
Tak sedingin salju pertengahan musim gugur

Musim gugur berlalu
Tapi dingin membenalu
Tiada tubuh pantai berlalu
Membelenggu tiap sudut pijakku

Riang hatiku musim gugur berlalu
Salju menggunung di segitiga naungku
Bintang Jatuh

Aku jelmaan bintang jatuh
Jika bersedih aku tak berarti
Jika bahagia sekelilingku gembira

Aku tak bisa kembali ke langit
Disana aku bisa mati terhimpit

Aku jelmaan bintang kejora
Dengan api membara
Dapat kubakar penjuru dunia
Hingga tikuspun tak tersisa


Gangga

Gangga, airmu suci umat hindu
Meski ribuan bertaburan mewarnamu
Bahkan baumu tak sewangi dulu
Ketika tiada percaya itu

Gangga, kau tetap minuman umatmu
Meski kolera, desentri tercampur dalam darahmu

Tapi tak kau tulari mereka
Tak kau jangkiti mereka

Keruh airmu tak sekeruh hati hilirmu

Meski tak mampu dicerna nalar
Gangga tempat suci bagi umatmu