Ketika Kau BersedihResapi itu
Maknai itu
Selami itu
Rapuhkah dirimu?
Lemahkah dirimu?
Ringkihkah dirimu?
Sedihmu bukan akhirmu
Sedihmu bukan gagalmu
Sedihmu bukan bodohmu
Sedihmu, sekelumit cerita dari hatimu
Sedihmu, sepotong rasa dari hidupmu
Sedihmu, sebentuk galau dari kalutmu
Desir Gelombang Desember Sayap-sayap hitam membentang
Puluhan waktu serentak berdentang
Arah pun berubah pandang
Gumpalan angan belomba pasang
Degup jantung bergemuruh
Bias kaca buram mengisi seluruh
Sayup-sayup bayu selirih berbisik
Segara, tak kunjung habis tuan kau usik
Tiada sesal engkau
Maafkan ruh kami
Lupakan lika-liku kami
Kau tuli
Tapi kau tak buta
Murka
Kau telan mentah dosa-dosa
Namun tak sepantasnya kau korbankan mereka
Ia yang tak pernah mengenal dosa
Namun aku berpegang hati
Garismu tak pernah salah mengisi
Dalam Haru Rasa berlari mendatang
Bersua jiwa raga
Memecah membelah biru
Menaik nyilu menusuk kalbu
Jalan berlari mendatang
Bersua simpang menelusup
Gemuruh merenggut sisi hati
Menaik ngilu tersayat sembilu
Hampa berlari mendatang
Bersua labuh runtuh karam
Memecah membungkus pilu
Mengabut, sakit, kasih dalam haru
Ketika Kau Bersedih
Resapi itu
Maknai itu
Selami itu
Rapuhkah dirimu?
Lemahkah dirimu?
Ringkihkah dirimu?
Sedihmu bukan akhirmu
Sedihmu bukan gagalmu
Sedihmu bukan bodohmu
Sedihmu, sekelumit cerita dari hatimu
Sedihmu, sepotong rasa dari hidupmu
Sedihmu, sebentuk galau dari kalutmu
Perasaan Terbaik
Seteguk rindu menyeruak tanpa pandang bulu
Dahaga kasih di antara dentang waktu
Apakah rasa terbaik yang pernah kau miliki
Jika itu bukan menemukan ujung labirin ini
Desir Gelombang Desember
Sayap-sayap hitam membentang
Puluhan waktu serentak berdentang
Arah pun berubah pandang
Gumpalan angan belomba pasang
Degup jantung bergemuruh
Bias kaca buram mengisi seluruh
Sayup-sayup bayu selirih berbisik
Segara, tak kunjung habis tuan kau usik
Tiada sesal engkau
Maafkan ruh kami
Lupakan lika-liku kami
Kau tuli
Tapi kau tak buta
Murka
Kau telan mentah dosa-dosa
Namun tak sepantasnya kau korbankan mereka
Ia yang tak pernah mengenal dosa
Namun aku berpegang hati
Garismu tak pernah salah mengisi
Kanan Kiriku
Kiriku
Pohon-pohon itu menghijau
Meliuk haru bernafas lagu
Burung merendah tanpa gundah
Menghisap saripati bunga dari mahkota warna
Tapi lihat kananku
Tiada warna seindah itu
Hanya lalat binatang pengerat
Runtuh pula sekalipun karang
Inikah tempat penanda hidupku
Tiada terdengar sekalipun jerit seru
Cuma besi berdentum
Langit kian berkabung
Dalam Haru
Rasa berlari mendatang
Bersua jiwa raga
Memecah membelah biru
Menaik nyilu menusuk kalbu
Jalan berlari mendatang
Bersua simpang menelusup
Gemuruh merenggut sisi hati
Menaik ngilu tersayat sembilu
Hampa berlari mendatang
Bersua labuh runtuh karam
Memecah membungkus pilu
Mengabut, sakit, kasih dalam haru
Musim gugur Gugur daun berjatuhan
Tiada lebah berdengung menghisap madu
Dingin menusuk tulang
Tak sedingin salju pertengahan musim gugur
Musim gugur berlalu
Tapi dingin membenalu
Tiada tubuh pantai berlalu
Membelenggu tiap sudut pijakku
Riang hatiku musim gugur berlalu
Salju menggunung di segitiga naungku
Bintang Jatuh
Aku jelmaan bintang jatuh
Jika bersedih aku tak berarti
Jika bahagia sekelilingku gembira
Aku tak bisa kembali ke langit
Disana aku bisa mati terhimpit
Aku jelmaan bintang kejora
Dengan api membara
Dapat kubakar penjuru dunia
Hingga tikuspun tak tersisa
Gangga Gangga, airmu suci umat hindu
Meski ribuan bertaburan mewarnamu
Bahkan baumu tak sewangi dulu
Ketika tiada percaya itu
Gangga, kau tetap minuman umatmu
Meski kolera, desentri tercampur dalam darahmu
Tapi tak kau tulari mereka
Tak kau jangkiti mereka
Keruh airmu tak sekeruh hati hilirmu
Meski tak mampu dicerna nalar
Gangga tempat suci bagi umatmu