Diberdayakan oleh Blogger.

KUPUMPULAN PUISI

Ketika Kau Bersedih

Resapi itu
Maknai itu
Selami itu
Rapuhkah dirimu?
Lemahkah dirimu?
Ringkihkah dirimu?
Sedihmu bukan akhirmu
Sedihmu bukan gagalmu
Sedihmu bukan bodohmu
Sedihmu, sekelumit cerita dari hatimu
Sedihmu, sepotong rasa dari hidupmu
Sedihmu, sebentuk galau dari kalutmu

Desir Gelombang Desember

Sayap-sayap hitam membentang
Puluhan waktu serentak berdentang
Arah pun berubah pandang
Gumpalan angan belomba pasang

Degup jantung bergemuruh
Bias kaca buram mengisi seluruh

Sayup-sayup bayu selirih berbisik
Segara, tak kunjung habis tuan kau usik

Tiada sesal engkau
Maafkan ruh kami
Lupakan lika-liku kami

Kau tuli
Tapi kau tak buta
Murka
Kau telan mentah dosa-dosa

Namun tak sepantasnya kau korbankan mereka
Ia yang tak pernah mengenal dosa
Namun aku berpegang hati
Garismu tak pernah salah mengisi
Dalam Haru

Rasa berlari mendatang
Bersua jiwa raga
Memecah membelah biru
Menaik nyilu menusuk kalbu

Jalan berlari mendatang
Bersua simpang menelusup
Gemuruh merenggut sisi hati
Menaik ngilu tersayat sembilu

Hampa berlari mendatang
Bersua labuh runtuh karam
Memecah membungkus pilu
Mengabut, sakit, kasih dalam haru



Ketika Kau Bersedih

Resapi itu
Maknai itu
Selami itu
Rapuhkah dirimu?
Lemahkah dirimu?
Ringkihkah dirimu?
Sedihmu bukan akhirmu
Sedihmu bukan gagalmu
Sedihmu bukan bodohmu

Sedihmu, sekelumit cerita dari hatimu
Sedihmu, sepotong rasa dari hidupmu
Sedihmu, sebentuk galau dari kalutmu


Perasaan Terbaik

Seteguk rindu menyeruak tanpa pandang bulu
Dahaga kasih di antara dentang waktu
Apakah rasa terbaik yang pernah kau miliki
Jika itu bukan menemukan ujung labirin ini


Desir Gelombang Desember

Sayap-sayap hitam membentang
Puluhan waktu serentak berdentang
Arah pun berubah pandang
Gumpalan angan belomba pasang

Degup jantung bergemuruh
Bias kaca buram mengisi seluruh

Sayup-sayup bayu selirih berbisik
Segara, tak kunjung habis tuan kau usik

Tiada sesal engkau
Maafkan ruh kami
Lupakan lika-liku kami

Kau tuli
Tapi kau tak buta
Murka
Kau telan mentah dosa-dosa

Namun tak sepantasnya kau korbankan mereka
Ia yang tak pernah mengenal dosa
Namun aku berpegang hati
Garismu tak pernah salah mengisi


Kanan Kiriku

Kiriku
Pohon-pohon itu menghijau
Meliuk haru bernafas lagu

Burung merendah tanpa gundah
Menghisap saripati bunga dari mahkota warna

Tapi lihat kananku
Tiada warna seindah itu
Hanya lalat binatang pengerat
Runtuh pula sekalipun karang

Inikah tempat penanda hidupku
Tiada terdengar sekalipun jerit seru

Cuma besi berdentum
Langit kian berkabung


Dalam Haru

Rasa berlari mendatang
Bersua jiwa raga
Memecah membelah biru
Menaik nyilu menusuk kalbu

Jalan berlari mendatang
Bersua simpang menelusup
Gemuruh merenggut sisi hati
Menaik ngilu tersayat sembilu

Hampa berlari mendatang
Bersua labuh runtuh karam
Memecah membungkus pilu
Mengabut, sakit, kasih dalam haru

Musim gugur


Gugur daun berjatuhan
Tiada lebah berdengung menghisap madu
Dingin menusuk tulang
Tak sedingin salju pertengahan musim gugur

Musim gugur berlalu
Tapi dingin membenalu
Tiada tubuh pantai berlalu
Membelenggu tiap sudut pijakku

Riang hatiku musim gugur berlalu
Salju menggunung di segitiga naungku
Bintang Jatuh

Aku jelmaan bintang jatuh
Jika bersedih aku tak berarti
Jika bahagia sekelilingku gembira

Aku tak bisa kembali ke langit
Disana aku bisa mati terhimpit

Aku jelmaan bintang kejora
Dengan api membara
Dapat kubakar penjuru dunia
Hingga tikuspun tak tersisa


Gangga

Gangga, airmu suci umat hindu
Meski ribuan bertaburan mewarnamu
Bahkan baumu tak sewangi dulu
Ketika tiada percaya itu

Gangga, kau tetap minuman umatmu
Meski kolera, desentri tercampur dalam darahmu

Tapi tak kau tulari mereka
Tak kau jangkiti mereka

Keruh airmu tak sekeruh hati hilirmu

Meski tak mampu dicerna nalar
Gangga tempat suci bagi umatmu

0 komentar :

Posting Komentar